Puncu, Jawa Timur, fokuskriminal.online – Dugaan praktik rekayasa dalam proses pengisian perangkat desa kembali mencuat, menyeret sejumlah kepala desa, termasuk Kades Manggis, ke dalam pusaran kasus yang diduga melibatkan banyak pihak. Saat dikonfirmasi, Kades Manggis mengaku bingung dan merasa dikorbankan dalam polemik yang semakin mengundang perhatian publik.
"Kami, para Kades yang berada di bawah, merasa seperti dikorbankan dan ditumbalkan. Saya memang terlibat dalam pengisian perangkat desa, tetapi saya tidak tahu bahwa ada rekayasa dalam proses ini," ujar Kades Manggis kepada awak media.
Dugaan kasus ini masih dalam tahap penyelidikan oleh pihak berwenang. Sejumlah nama kepala desa dikabarkan masuk dalam daftar pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran hukum dalam seleksi perangkat desa. Masyarakat pun menuntut adanya penyelidikan transparan, serta sanksi tegas terhadap oknum yang terbukti terlibat.
TUNTUTAN MASYARAKAT:Penyelidikan transparan dan akuntabel terhadap dugaan rekayasa pengisian perangkat desa.Tindakan hukum yang tegas terhadap pihak yang terbukti bersalah.Proses seleksi perangkat desa yang jujur dan profesional guna menghindari praktik kecurangan.Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di tingkat desa.
DAMPAK KASUS REKAYASA PENGISIAN PERANGKAT DESA:Erosi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa.Pengelolaan anggaran desa yang berpotensi disalahgunakan.Menurunnya kualitas pelayanan publik akibat perangkat desa yang tidak kompeten.Meningkatnya risiko praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
POTENSI PELANGGARAN HUKUM YANG DAPAT DIJERATKAN:
Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
"Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
"Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)."
Kasus ini menambah deretan permasalahan terkait tata kelola desa yang kerap disorot. Masyarakat kini menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum agar praktik serupa tidak lagi terjadi dan mencederai prinsip transparansi serta keadilan dalam pemerintahan desa. Perkembangan kasus ini akan terus kami laporkan berdasarkan sumber terpercaya.(Red.Y)

Social Header